Berbagi resep masakan dan tempat destinasi

culture food and drink food culture lifestyle travel

7 Tanda Karakter Seseorang yang Tak Pernah Mau Mencicipi Masakan Lokal saat Liburan, Kata Ahli Psikologi


Sedee.xyz

– Perjalanan ke lokasi terbaru umumnya berarti mengeksplor masakan tradisional penduduk setempat yang menarik dan mempesona.

Namun, pernahkah Anda bertemu dengan seseorang yang lebih memilih untuk mengonsumsi burger dari salah satu jaringan fast food global daripada mencoba masakan lokal saat berwisata di suatu tempat?

Ternyata, alasan tersebut dapat dikaitkan dengan aspek kepribadian dan ilmu psikologi. Berdasarkan informasi dari Geediting pada hari Senin (28/4), mari kita ulas tujuh karakteristik seseorang yang enggan mencicipi masakan tradisional penduduk setempat ketika berlibur.

1. Ketakutan akan Sesuatu yang Asing

Keluar dari zona nyaman sebenarnya sulit, terlebih ketika membahas tentang masalah makanan. Beberapa individu cenderung merasa lebih tenang jika tetap mengonsumsi hal-hal yang telah dikenali. Dalam perspektif psikologis, perilaku ini berhubungan erat dengan insting kelangsungan hidup kita.

Masakan yang telah dikenal seperti sebuah gunung es—nampaknya tenang dan familier. Di sisi lain, makanan asing mengandung banyak keraguan yang tersimpan di baliknya.

Kalau kamu lihat seseorang lebih memilih membawa camilan dari rumah ketimbang icip-icip sate lilit di Bali, mungkin itu karena naluri bawah sadar mereka yang berusaha mencari rasa aman.

2. Niat Untuk Memelihara Segala Sesuatunya Dalam Kontrol

Terdapat juga jenis individu yang sangat memerlukan rasa memiliki segala sesuatunya di bawah kontrol, bahkan mencakup pemilihan makanan. Selama perjalanan, mereka dapat menggunakan waktu hingga berjam-jam untuk menemukan tempat makan yang menyediakan hidangan yang sudah dikenalnya.

Seperti kata Carl Jung, apa yang bikin kita jengkel dari orang lain bisa jadi cerminan diri sendiri. Nah, bagi mereka yang sulit mencoba kuliner khas warga lokal, keinginan untuk tetap memegang kendali bisa jadi alasannya. Tetap stick to the plan, stick to familiar food.

3. Terlalu Peka terhadap Rasa dan Bau

Nggak semua orang punya toleransi tinggi terhadap sensasi rasa dan aroma baru. Ada orang yang inderanya super sensitif, sehingga makanan lokal yang punya aroma kuat atau rasa ekstrem bisa terasa terlalu overwhelming.

Jadi, ketika Anda melihat teman Anda enggan mencoba sushi fermente di Jepang atau berusaha tidak bernapas di pasar durian di Thailand, hal tersebut kemungkinan besar bukan disebabkan oleh kurangnya rasa petualangan, tetapi justru karena sistem sensorik alamiah mereka yang sangat peka.

4. Merasa Nyaman dengan Sesuatu yang Dikenali

Dalam perjalanan, segala hal tampak serba baru – mulai dari bahasa hingga budaya dan sekitar Anda. Wajar saja jika beberapa orang berusaha menemukan kebiasaan lama demi merasakan kenyamanan. Sebagai contoh, seseorang bisa memilih untuk menyantap hamburger keju di Shanghai ataupun pizza saat berada di Paris.

Ini bukan berarti mereka tak mengapresiasi budaya setempat; mereka cuma ingin merasakan sentuhan kenyamanan dalam situasi yang penuh ketidaktentuan. Bagi mereka, menikmati masakan tradisional sementara segala sesuatu tampak asing bisa menjadi beban tambahan yang harus ditangani secara bersamaan.

5. Menghindari FOMO

FOMO yang berarti Ketakutan Kehilangan Sesuatu tak hanya berkaitan dengan pesta atau event menarik, tetapi juga tentang memilih makanan. Seperti dijelaskan oleh Barry Schwartz dalam “The Paradoks Pilihan,” memiliki terlalu banyak opsi dapat menyebabkan stres dan kecemasan.

Dalam deretan menu yang luas dan memuat banyak sajian aneh bagi mereka, beberapa orang mungkin merasa lebih nyaman dengan sesuatu yang familiar saja. Ini tidak berarti bahwa mereka enggan mencoba masakan tradisional setempat; hanya saja mereka ingin menghindari tekanan akibat risiko memilih hal yang salah dan menyesal kemudian hari.

6. Memiliki Pantangan Makanan

Buat sebagian orang, memilih makanan saat traveling bukan sekadar soal selera, tapi juga kesehatan. Ada yang alergi seafood, ada yang harus hindari gluten, ada juga yang punya diet khusus.

Bagi mereka, makan makanan lokal yang tidak jelas komposisinya bisa berisiko. Seperti kata psikolog Albert Bandura, rasa percaya diri itu penting buat sukses.

Nah, menjaga pantangan saat traveling adalah bagian dari self-care mereka. Jadi, sebelum nge-judge temanmu yang lebih milih salad daripada nasi goreng kampung, coba pahami dulu alasannya.

7. Kepentingan Travelling Tidak Hanya pada Makanan

Entah percaya atau tidak, terdapat individu yang ketika berlibur cenderung lebih tertarik pada kegiatan, panorama alam, ataupun berbelanja dibandingkan dengan mencicipi masakan lokal. Bagi kelompok ini, hidangan tak menjadi sorotan utama dalam petualangannya.

Inilah salah satu aspek dari kepribadian mereka, loh. Mereka dapat dengan penuh kesenangan menikmati pengalaman tersebut meskipun tidak berhasil mencicipi setiap jenis makanan jalanan yang tersedia. Oleh karena itu, ketika kau antusias untuk mencoba berbagai camilan di pasar malam, mereka mungkin lebih cenderung memilih minum kopi secara tenang sembari menikmati atmosfer sekitar.

Tiap individu memiliki alasan tersendiri mengapa mereka memutuskan untuk mencicipi atau justru menjauhi hidangan tradisional penduduk setempat ketika berlibur. Hal ini semua tergantung pada karakteristik pribadi masing-masing, dan tentunya hal tersebut boleh-boleh saja dilakukan! Yang utama adalah kita harus bisa menghormati variasi yang ada di antara satu sama lain, bukankah begitu?

You may also like...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *