Sedee.xyz
Berkelana tidak hanya terkait dengan menjelajahi lokasi yang belum pernah dikunjungi. Namun, ini juga berarti merasakan kebudayaan baru di mana sebagian pentingnya ialah menikmati makanan setempat.
Meskipun demikian, tidak semua individu menikmati aspek petualangan ini. Beberapa bahkan cenderung mengelak dari upaya untuk mencicipi masakan setempat sepenuhnya. Mungkin psykologi bisa memberikan pemahaman tentang keputusan mereka tersebut.
Menurut laporan dari Geediting, ada tujuh kebiasaan umum dari mereka yang cenderung menghindari masakan setempat ketika bepergian. Salah satunya adalah sikap memilih untuk tetap menyantap hidangan yang telah dikenal dibandingkan dengan mencicipi sesuatu yang baru.
1. Rasa takut terhadap sesuatu yang belum dipahami
Keluar dari zona nyaman bukan untuk semua orang. Ini adalah keputusan dan tugas yang berat, dan tidak semua orang menginginkannya. Begitu juga saat bepergian.
Orang yang menghindari mencoba kuliner lokal mungkin memiliki ketakutan yang mendalam terhadap hal yang tidak diketahuinya. Perilaku ini berasal pada naluri dasar untuk bertahan hidup.
Untuk beberapa wisatawan, tetap setia kepada hal-hal yang sudah dikenali bisa menjadi benteng perlindungan. Ini mencegah resiko dari mencoba sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya serta kemungkinan tak menikmatinya, bahkan hingga menghadapi dampak negatif.
2. Kebutuhan untuk mengendalikan
Ketika sedang berlibur, mereka tak segan-segan menghabiskan waktu ber jam-jam hanya untuk menemukan restoran yang menyediakan masakan terkenal daripada mencicipi makanan lokal yang lebih otentik.
Seperti yang pernah dikatakan psikolog Carl Jung, “Segala hal yang membuat kita jengkel terhadap orang lain dapat menuntun kita untuk memahami diri kita sendiri.”
Sering kali, orang menghindari mencoba hidangan lokal saat bepergian mungkin melakukannya karena mereka merasa lebih mampu mengendalikan diri saat berpegang pada apa yang mereka ketahui.
Kebutuhan untuk mengontrol ini dapat terwujud dalam berbagai cara, mulai dari memilih makanan yang familiar hingga mengikuti rutinitas dan rencana yang ketat.
3. Pengaruh pola asuh
Mereka bisa jadi berasal dari latar belakang keluarga yang enggan untuk mencoba jenis makanan baru. Sebagai seorang traveler, mereka sering kali menemukan diri sendiri melakuikan hal yang sama: lebih suka memilih hidangan-hidangan yang telah biasa dikonsumsi.
Sebagaimana dijelaskan oleh psikolog kondang Erik Erikson, “Kehidupan tak bermakna tanpa adanya saling keterkaitan. Kita sama-sama bergantung satu sama lain, dan semakin cepat kita belajari hal tersebut, maka akan menjadi lebih baik untuk kita semua.”
Peribahasa ini pun cocok diterapkan pada dunia kuliner. Kita kerapkali terbentuk preferensi makanan karena adat istiadat keluarga serta warisan budaya yang dimiliki.
Ketika kita terkena berbagai jenis makanan yang terbatas ketika sedang bertumbuhan menjadi orang dewasa, bisa jadi sukar bagi kita untuk meninggalkan perilaku itu dan mulai mencicipi hal-hal baru. Rutinitas ini kemudian dapat menemaninya sampai usia tua, mendampak opsi-opsi yang dipilihnya meski sudah melakukan perjalanan.
4. Sensitif terhadap aroma dan sensasi tekstur
Beberapa individu memiliki kepekaan yang lebih tinggi terhadap tekstur dan aroma daripada yang lain. Kecenderungan ini bisa menyebabkan mereka ragu untuk mengonsumsi hidangan baru, khususnya ketika sedang berlibur.
Orang dengan kemampuan mencium yang sangat baik, yang biasa disebut sebagai pencium unggul, umumnya lebih selektif tentang apa yang mereka makan. Mereka condong untuk menjauhi hidangan beraroma atau bertekstur pekat, jenis makanan ini cukup banyak terdapat pada aneka ragam kuliner tradisional di setiap negara.
Bukan berarti mereka enggan untuk menikmati budaya lokal, namun sensitivitas mereka terhadap rasa dan aroma lebih dominan daripada rasa ingin tahuannya.
5. Nyaman dengan keakraban
Tidak bisa disangkal, banyak individu yang merasa lebih baik dan tenang saat menemui sesuatu yang familier, termasuk jika mereka sedang dalam perjalanan jutaan kilometer dari tempat tinggal mereka. Hal ini biasanya terlihat melalui preferensi makanan mereka.
Menjelajahi makanan setempat bisa jadi suatu pengalaman yang sangat memukau namun kadang membuat ciut nyalinya. Di lingkungan asing dengan kebudayaan serta lenguage yang baru, mencicipi sajian-saji biasa bisa memberikan perasaan tenang dan kenyamanan.
Beberapa orang membeli cheeseburger di Shanghai daripada mencoba dim sum setempat, kemungkinannya bukan karena ketidaktahuan atau kebencian terhadap masakan China. Bisa jadi mereka cukup merindukan cita rasa rumahan dalam lingkungan baru dan asing ini.
6. Takut ketinggalan
Hal ini mungkin bertentangan dengan apa yang kita rasakan secara naluriah, namun kadang-kadang seseorang enggan mengeksplorasi kuliner setempat akibat kekhawatiran akan tertinggal. Ketika Anda ada di suatu daerah asing dan dipenuhi oleh berbagai macam hidangan, beban untuk memilih opsi yang ‘ideal’ dapat menjadi cukup signifikan.
Ironisnya, situasi seperti itu seringkali bisa memicu kelumpuhan dalam pengambilan keputusan, di mana ketakutan akan kesalahan pilihan serta khawatir kehilangan peluang yang lebih baik membuat individu enggan untuk berdecide sama sekali.
Sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh psikolog Barry Schwartz dalam karyanya “The Paradox of Choice”, adanya berlebihan jumlah opsi bisa menimbulkan cemas dan tekanan. Tekanan tersebut malah mendorong individu untuk tetap menggunakan hal-hal familiar dan enggan mencoba alternatif lainnya.
7. Pembatasan makanan
Beberapa individu enggan untuk mencicipi hidangan setempat dikarenai oleh larangan makanan mereka. Entah itu akibat alergi, ketidak tolerans terhadap suatu zat tertentu, atau prinsip personal, elemen-elemen tersebut bisa mengekang variasi dalam diet mereka.
Sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh psikolog Albert Bandura, “Untuk mencapai kesuksessan, seseorang harus mempunyai keyakinan diri.” Bagi individu yang memiliki larangan terhadap jenis-jenis makanan tertentu, mengontrol konsumsi makanan saat berada di luar biasa diperlukan untuk menjamin kondisi fisik dan mental mereka.
Sebelum menghakimi seseorang yang tak menyukai masakan lokal, pikirkan bahwa mereka mungkin tengah mematuhi larangan diet tertentu sehingga membuatnya lebih susah untuk menikmati hidangan asing tersebut.