Oleh: Muhammad Syarkawi Rauf
(Rektor FEB Unhas/ Ketua KPPU RI 2015 – 2018)
Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan mata uang negara-negara pasar berkembang di Asia dipengaruhi oleh sentimen negatif dari pelaku pasar akibat kenaikan Indeks Dolar AS.
Indeks ini menggambarkan kenaikan atau penurunan nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap enam mata uang utama global.
Indeks dolar AS pertama kali diperkenalkan oleh The Federal Reserve, bank sentral Amerika Serikat, pada tahun 1973.
Indeks dolar AS dibentuk berdasarkan pada enam mata uang utama dunia, antara lain: Euro sebesar 57,6 persen, Yen Jepang 13,6 persen, Pound Inggris 11,9 persen, Krona Swedia 4,2 persen, dan Franc Swiss 3,6 persen.
Indeks dolar AS mengalami peningkatan selama sebulan terakhir, mulai dari level terendah sebesar 96,452 pada 18 September 2025 hingga mencapai titik tertinggi sekitar 98,564 pada 25 September 2025.
Berikut adalah beberapa variasi dari teks tersebut: 1. Hingga tanggal 2 Oktober 2025, indeks dolar AS turun ke angka 97,892, menunjukkan bahwa nilai dolar AS kembali melemah dibandingkan enam mata uang utama global. 2. Pada 2 Oktober 2025, indeks dolar AS berada di level 97,892, yang mengindikasikan bahwa dolar AS kembali mengalami pelemahan terhadap enam mata uang utama dunia. 3. Sampai dengan 2 Oktober 2025, indeks dolar AS mengalami penurunan menjadi 97,892, mencerminkan kembali melemahnya dolar AS terhadap enam mata uang besar di dunia. 4. Hingga 2 Oktober 2025, indeks dolar AS turun ke 97,892, menandakan bahwa dolar AS kembali melemah terhadap enam mata uang utama dunia. 5. Pada tanggal 2 Oktober 2025, indeks dolar AS berada pada 97,892, yang menunjukkan bahwa dolar AS kembali mengalami penurunan terhadap enam mata uang utama global.
Tren ini menunjukkan bahwa pada awalnya dolar AS melemah terhadap enam mata uang utama dunia, kemudian mengalami kenaikan nilai pada 25 September 2025.
Berikut adalah beberapa variasi dari kalimat tersebut: 1. Selanjutnya, hingga saat ini, nilai dolar Amerika Serikat terus berubah-ubah dalam upaya kembali mencapai keseimbangan yang baru. 2. Sampai saat ini, posisi dolar AS masih mengalami perubahan fluktuatif guna menemukan keseimbangan baru. 3. Hingga kini, dolar AS terus mengalami naik-turun dalam usaha untuk kembali ke kondisi seimbang yang baru. 4. Sejauh ini, situasi dolar AS terus bergerak naik dan turun dalam rangka mencapai keseimbangan yang lebih baru. 5. Sampai saat ini, dolar AS masih mengalami fluktuasi agar dapat kembali ke keseimbangan yang baru.
Peningkatan tren indeks dolar AS sejalan dengan perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, yang mencapai titik terendah sebesar Rp. 16.765,3 per dolar AS pada tanggal 25 September 2025.
Saat ini, kurs mata uang rupiah terhadap dolar AS sedang mengalami perubahan menuju titik keseimbangan baru sekitar Rp. 16.600 hingga 17.000 per dolar AS.
Secara internal, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dipengaruhi oleh faktor-faktor dasar, khususnya indikator-indikator ekonomi makro nasional, seperti tingkat inflasi, pertumbuhan jumlah uang beredar (JUB) yang mencerminkan tingkat likuiditas perekonomian, pertumbuhan ekonomi, defisit anggaran, serta suku bunga acuan Bank Indonesia sebagai suku bunga kebijakan moneter.
Pengaruh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dapat dijelaskan melalui model moneter harga fleksibel (FPMM).
FPMM menghubungkan perubahan nilai tukar suatu mata uang dengan perbedaan tingkat pertumbuhan JUB, pertumbuhan ekonomi, serta perbedaan suku bunga riil antara Indonesia dan AS.
FPMM mengatakan bahwa perbedaan tingkat pertumbuhan JUB antara Indonesia dan Amerika Serikat dapat memengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Di mana, pertumbuhan JUB Indonesia yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan JUB AS akan menyebabkan nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS.
Begitu pula dengan kenaikan harga atau inflasi di Amerika Serikat dapat menyebabkan mata uang rupiah mengalami penguatan terhadap dolar AS.
Jika asumsi paritas daya beli (PPP) terpenuhi, maka tingkat kenaikan inflasi di Amerika Serikat akan sebanding dengan besarnya apresiasi rupiah terhadap dolar AS, dengan asumsi bahwa inflasi di dalam negeri tetap stabil.
Hal yang serupa juga terjadi ketika suku bunga riil meningkat, yakni naiknya selisih antara suku bunga nominal dengan tingkat inflasi.
Di mana kenaikan suku bunga nyata mengakibatkan surplus akun modal (CA), terjadi peningkatan pendapatan yang selanjutnya menyebabkan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Artinya, bila inflasi nasional mengalami penurunan, maka suku bunga riil akan meningkat.
Ini menyebabkan kelebihan modal yang mengakibatkan pendapatan meningkat, dan selanjutnya membuat rupiah menguat terhadap dolar AS.
Selain aspek dasar, perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga dipengaruhi oleh harapan para pelaku bisnis terhadap kondisi perekonomian dalam negeri yang terlihat dari rasio defisit anggaran terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Kekurangan anggaran yang semakin membesar, yaitu dari sekitar 2,3 persen terhadap PDB pada tahun 2024 dan diperkirakan naik menjadi 2,78 persen terhadap PDB pada tahun 2025 menciptakan sentimen negatif di pasar terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Di mana, defisit anggaran yang semakin membesar menunjukkan ketidakberlanjutan fiskal.
Sentimen negatif yang terjadi di pasar terhadap mata uang rupiah disebabkan oleh defisit fiskal pada tahun 2025 yang diperkirakan mencapai 2,78 persen.
Angka ini jauh lebih besar dibandingkan rata-rata rasio defisit fiskal terhadap PDB sebesar 1,65 persen selama 36 tahun, yaitu dari tahun 1988 hingga 2024.
Begitu pula dengan angka rasio utang terhadap PDB. Semakin tinggi rasio utang terhadap PDB, semakin kuat sentimen negatif pasar terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Hal ini berkaitan dengan isu keberlanjutan utang, yaitu kemampuan pemerintah dalam membayar pokok utang beserta bunganya.
Faktanya, dalam lima tahun terakhir, rasio utang terhadap PDB mendekati 40 persen, yakni mencapai 41,1 persen pada tahun 2021, 39,7 persen di tahun 2022, 39,2 persen pada 2023, dan sebesar 38,8 persen pada 2024.
Artinya, rasio utang terhadap PDB Indonesia semakin mendekati angka psikologis 60 persen sebagai batas maksimal utang yang dianggap aman.
Kemudian, apa yang bisa dilakukan agar nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak mengalami depresiasi yang berlebihan? Langkah yang bisa diambil adalah memastikan suku bunga riil Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan AS.
Ini dapat dicapai melalui dua metode, yaitu: pertama, melakukan penurunan suku bunga acuan (BI rate) secara bertahap sambil tetap memperhatikan perkembangan penurunan suku bunga acuan (policy rate) di tingkat global, khususnya penurunan suku bunga dari bank sentral Amerika Serikat. Dalam hal ini, Federal Fund Rate (FFR).
Langkah kedua, memastikan bahwa inflasi di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan inflasi Amerika Serikat.
Saat ini, tingkat inflasi Indonesia pada bulan September 2025 mencapai sekitar 2,65 persen secara tahunan (year on year), yang lebih rendah dibandingkan inflasi Amerika Serikat pada bulan Agustus 2025 yang berada di kisaran 2,9 persen.
Menurut lembaga trading economics, inflasi Amerika Serikat pada bulan September 2025 diperkirakan lebih rendah dibandingkan Agustus 2025, yaitu sekitar 2,7 hingga 2,8 persen.
Bersamaan dengan FPMM, BI perlu mengelola likuiditas perekonomian nasional agar pertumbuhan supply uang (JUB) nasional lebih rendah dibandingkan pertumbuhan JUB di Amerika Serikat.
Peningkatan JUB yang tidak dapat diukur akan berdampak pada penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi nasional yang ditunjukkan dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua 2025 sebesar 5,12 persen.
Angka ini lebih besar dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional di kuartal pertama 2025 yang hanya mencapai 4,87 persen per tahun.
Ini berbeda dengan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada kuartal kedua 2025 yang hanya mencapai 2,1 persen.
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat di kuartal kedua tahun 2025 mengalami peningkatan dibandingkan kuartal pertama 2025 yang hanya sebesar 2,0 persen.
Sementara pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada tahun 2025 diperkirakan mencapai sekitar 1,8 persen per tahun.
Ini lebih rendah dibandingkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahunan yang berkisar antara 4,8 hingga 5,4 persen pada tahun 2025.
Akhirnya, mengingat fluktuasi kurs rupiah terhadap dolar AS lebih sering dipengaruhi oleh persepsi atau sentimen pasar terhadap kondisi ekonomi dalam negeri, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) diminta untuk meningkatkan komunikasi publik guna memastikan transparansi dan akuntabilitas kebijakan agar menurunkan premi risiko serta persepsi risiko terhadap perekonomian nasional.(*)