JAKARTA, SEDEE.XYZ– Pemprov DKI Jakarta mulai menerapkan pengurangan pajak daerah pada hari Rabu (24/9/2025). Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menekankan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mendukung penerimaan pajak yang adil dan merata serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah.
“Langkah-langkah strategis diambil untuk membangkitkan kembali pasar, mengurangi beban rakyat, serta menjaga kelangsungan usaha di tengah situasi ekonomi yang semakin sulit,” ujar Pramono, sebagaimana dilaporkan Jakarta.go.id,
Pemangkasan pajak meliputi pengurangan hingga pembebasan berbagai jenis pajak daerah, seperti Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan serta Perkotaan (PBB P2), Pajak Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Pajak Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Barang dan Jasa Khusus (PBJT) untuk Seni dan Hiburan, serta Pajak Iklan.
“Pemprov DKI Jakarta tetap mempertahankan pengurangan yang telah diberikan sebelumnya dan melanjutkan kebijakan yang sudah ada untuk para pelaku usaha dalam menjalankan bisnis mereka,” tambah Pramono.
Pengurangan pajak BPHTB diberikan dalam bentuk pengurangan pokok pajak sebesar 50% untuk perolehan hak melalui transaksi jual beli, atau sebesar 75% untuk perolehan hak melalui pemberian hak baru. Kebijakan ini berlaku bagi objek atau rumah pertama dengan nilai perolehan hingga batas tertentu.
“Harapan kami dapat mengurangi beban keluarga muda dan generasi baru Jakarta dalam membeli rumah pertama, sehingga mereka lebih mudah memiliki tempat tinggal yang layak dan hidup mandiri,” kata Pramono.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga memberikan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 100 persen kepada penyelenggara pendidikan dasar dan menengah swasta yang berbentuk yayasan. Kebijakan ini bertujuan untuk membantu yayasan agar dapat lebih berkonsentrasi pada peningkatan mutu pendidikan tanpa terbebani oleh pajak yang besar.
“Sebelumnya, PBB P2 mendapat potongan sebesar 50 persen. Oleh karena itu, pihak yayasan bisa mengurangi biaya pendidikan agar lebih terjangkau bagi orang tua siswa,” ujar Pramono.
Pengurangan sebesar 50 persen diberikan sebagai bentuk relaksasi pajak untuk Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang terkait dengan seni dan hiburan.
Kebijakan ini berlaku untuk tayangan film di bioskop serta pertunjukan seni dan budaya yang bersifat pendidikan, amal, atau sosial. Tindakan ini diambil guna mendukung perkembangan industri kreatif sekaligus memberikan akses hiburan dan pendidikan yang lebih murah bagi masyarakat.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga memberikan pengurangan pajak reklame, khususnya untuk objek iklan yang berada di dalam ruangan, seperti di kafe, restoran, dan ruko. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi beban para pelaku usaha kecil dan menengah agar mereka tidak perlu mengeluarkan biaya besar dalam mempromosikan bisnisnya, sehingga lebih mudah menarik pelanggan.
Selain itu, ada pengurangan pajak untuk kendaraan bermotor yang harganya lebih rendah dari harga pasar. Dengan kebijakan ini, masyarakat tetap bisa memenuhi kewajiban membayar pajak dengan biaya yang lebih murah.
“Dengan adanya dukungan yang jelas, menunjukkan bahwa kami hadir dan mendukung masyarakat. Kami berharap insentif ini dapat mengurangi beban warga serta menjadi pemicu untuk meningkatkan aktivitas dunia usaha sehingga pertumbuhan ekonomi di tengah masyarakat semakin berkembang,” ujar Pramono.
Kebijakan pengurangan dan penghapusan pajak berlaku secara otomatis. Masyarakat tidak perlu mengajukan permohonan, kecuali dalam situasi khusus yang memerlukan pemeriksaan data yang lebih mendalam. Aturan ini juga berlaku untuk para veteran, keluarga dengan kondisi ekonomi kurang mampu, serta para korban bencana.
Kebijakan pengurangan pajak yang dikeluarkan Pemprov DKI mendapat apresiasi dari pengamat pajak, Prianto Budi Saptono. Ia mengatakan, kebijakan ini mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang sedang melambat.
“Insentif pajak ini diharapkan mampu meningkatkan pengeluaran masyarakat yang dapat mendorong permintaan, pasokan, dan akhirnya menaikkan pendapatan pajak tidak langsung, seperti PPh 21, melalui pertumbuhan ekonomi,” ujar Prianto kepada SEDEE.XYZ, Kamis (2/10/2025).
Selain itu, pemberian insentif keuangan, seperti pengurangan pajak sebesar 50 persen, mampu mendorong perputaran ekonomi. Contohnya, dalam BPHTB, insentif yang diberikan akan meningkatkan aktivitas belanja di sektor industri perumahan secara keseluruhan, termasuk tenaga kerja, bahan bangunan, dan perlengkapan rumah tangga, akibat dari naiknya permintaan.
Salah satu bidang yang memilikidomino effectmerupakan aset. Jika diberikan pengurangan pajak, masyarakat bisa memanfaatkan uang yang seharusnya digunakan untuk belanja kebutuhan rumah tangga, seperti membeli sofa, kulkas, atau TV. Hal ini mampu mendorong perputaran perekonomian,” katanya.
Prianto menganggap penerapan pengurangan pajak sudah sesuai dengan potensi “domino effectdari industri. Dalam BPHTB, sektor properti melibatkan berbagai komponen yang mampu meningkatkan pengeluaran. Demikian pula dengan PBJT Kesenian dan Hiburan yang juga mencakup banyak aspek.
“Industri properti serta PBJT Kesenian dan Hiburan memiliki dampak yang signifikan karena keterkaitannya dengan berbagai sektor lainnya. Sama halnya dengan industri makanan atau restoran, meskipun dampak domino yang dimilikinya lebih kecil,” ujar Prianto.
Pemotongan pembayaran juga mampu mendorong masyarakat agar lebih patuh dalam membayar pajak. Menurutnya, kebijakan ini dapat meningkatkan pola pelayanan dan kepercayaan (service and trust) di kalangan masyarakat.
“Pemerintah menyediakan pelayanan dan kemudahan yang mampu menciptakan kepercayaan. Selanjutnya, hal ini bisa meningkatkan ketaatan sukarela (voluntary compliance) dari masyarakat,” kata Prianto.
Dengan adanya pengurangan pajak, ia berharap Pemprov DKI Jakarta mampu mengelola pajak secara lebih baik. Ia juga berharap Pemprov DKI melakukan sosialisasi kebijakan ini agar masyarakat dapat memahami bagaimana mekanismenya.
“Pastinya juga memerlukan transparansi dan pengelolaan serta penggunaan pajak yang langsung memberi manfaat kepada masyarakat. Pemerintah juga harus memperkuat pengawasan serta menunjukkan bukti nyata bahwa pendapatan pajak dialokasikan kembali kepada rakyat melalui pembangunan dan insentif,” tutupnya. (Rindu Pradipta Hestya)