PT Timah (TINS) Dapat 6 Smelter Sitaan, Ini Prospek Kinerjanya

Saat ini, kinerja PT Timah Tbk (TINS) dianggap memiliki potensi yang sangat menjanjikan setelah menerima limpahan enam smelter dari pemerintah. Penyerahan aset tersebut dilakukan karena adanya aktivitas tambang ilegal yang dilakukan oleh beberapa pihak di kawasan PT Timah, Kepulauan Bangka Belitung.

Enam smelter yang diterima oleh TINS merupakan bagian dari barang rampasan negara (BRN) yang sebelumnya disita oleh pemerintah. Nilai dari aset tersebut diperkirakan mencapai antara Rp 6 triliun hingga Rp 7 triliun. Selain itu, terdapat juga kandungan tanah jarang atau monasit yang bisa bernilai jauh lebih besar. Harga monasit sendiri disinyalir mencapai US$ 200.000 per ton.

Fath Aliansyah Budiman, Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas, menyatakan bahwa TINS memiliki potensi untuk mengalami turnaround story pada semester II 2025. Hal ini didorong oleh peningkatan produksi yang diharapkan setelah cuaca yang kurang baik di awal tahun memengaruhi output perusahaan.

Dari sisi analis, Angga Septianus, Community and Retail Equity Analyst Lead PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), melihat bahwa penyerahan enam smelter tersebut dapat menjadi kabar baik yang mendukung produksi TINS. Dengan demikian, perseroan berpeluang untuk menguasai pangsa pasar timah di atas 80% ke depan.

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Indo Premier Sekuritas, isu tambang ilegal telah menjadi masalah struktural dalam pertambangan timah Indonesia selama beberapa dekade. Produksi TINS pun tercatat meningkat menjadi sekitar 1.713 ton pada Juli 2025 dan 1.877 ton pada Agustus 2025. Analis Indo Premier Sekuritas Ryan Winipta dan Reggie Parengkuan menyatakan bahwa biaya tunai TINS (di luar royalti) tetap stabil di sekitar US$20.000 per ton akibat pengurangan aktivitas tambang ilegal.

Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan melihat bahwa penyerahan enam smelter tersebut sebagai katalis positif besar. Dengan tambahan smelter, TINS berpeluang memperluas kapasitas pemurnian logam timah secara signifikan serta mengurangi ketergantungan pada mitra pengolahan eksternal.

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI tanggal 22 September 2025, TINS optimistis akan meningkatkan produksi bijih timah di tahun 2026. Target produksi bijih timah ditetapkan sebesar 30.000 ton Sn di tahun depan, meskipun dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2025 hanya menargetkan 21.500 ton Sn.

Ryan dan Reggie menyatakan bahwa TINS bisa mengalami perbaikan laba bersih di semester II 2025 karena volume produksi yang lebih baik. Sebagai gambaran, laba bersih TINS terkoreksi 30% YoY ke Rp 300 miliar per Juni 2025. Namun, laba bersih diperkirakan bisa mencapai Rp 908 miliar di akhir 2025 nanti.

Fath menambahkan bahwa prospek kinerja TINS ke depan bisa lebih baik, terutama jika harga timah internasional stabil. Peningkatan produksi TINS disertai harga yang baik bisa menghasilkan pendapatan yang meningkat. Selain itu, investor juga bisa memerhatikan potensi pendapatan dari logam tanah jarang.

Ekky menyoroti bahwa secara valuasi, saham TINS saat ini berada di atas rata-rata historis, baik dari sisi price to book value (PBV) maupun price to earning ratio (PER). Melansir RTI, saham TINS ditutup menguat 19,9% ke level Rp 2.710 per saham di akhir perdagangan hari ini (7/10/2025). Harganya naik 68,85% dalam sepekan dan 145,25% dalam sebulan. Sejak awal tahun, sahamnya sudah naik 153,27% year to date (YTD).

Meski begitu, jika manajemen TINS dapat memberikan rancangan produksi dan proyeksi pendapatan baru pasca limpahan aset tersebut, valuasi masih bisa dikompensasi dengan ekspektasi pertumbuhan. Saat ini, pasar sedang “membayar ekspektasi” atas potensi ke depan, bukan atas kinerja historis TINS yang sempat menurun.

Secara jangka pendek, TINS sudah naik terlalu cepat, sehingga rawan aksi ambil untung. Namun untuk jangka menengah, jika penguatan tersebut dikonfirmasi dengan kabar terbaru operasional smelter dan outlook produksi 2025 yang lebih jelas, TINS masih punya ruang naik moderat. Level support kuat untuk TINS berada di area Rp 2.000 per saham. Jika mampu bertahan di level itu dan pasar tetap menyambut positif, target jangka menengah berada di kisaran Rp 3.000–3.200 per saham.

Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila merekomendasikan buy on weakness untuk TINS dengan target harga Rp 2.800 per saham.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *